PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA MAGELANG
(Oleh: Afif Choirul Abidin/3102170413)
Otonomi daerah menurut Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1999 adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat sesuai dengan perundang-undangan. Dengan otonomi daerah
berarti telah memindahkan sebagian besar ke-wenangan yang tadinya berada di
pemerintah pusat diserahkan kepada daerah otonom, sehingga pemerintah daerah
otonom dapat lebih cepat dalam merespon tuntutan masyarakat daerah sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki. Karena kewenangan membuat kebijakan (perda)
sepenuhnya menjadi wewenang daerah otonom, maka dengan otonomi daerah
pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan akan dapat berjalan lebih
cepat dan lebih berkualitas. Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah sangat
tergantung pada kemampuan keuangan daerah (PAD), sumber daya manusia yang
dimiliki daerah, serta kemampuan daerah untuk mengembangkan segenap potensi
yang ada di daerah otonom. Terpusatnya SDM berkualitas di kota-kota besar dapat
didistribusikan ke daerah seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah, karena
kegiatan pembangunan akan bergeser dari pusat ke daerah. Menguatnya isu Putra
Daerahisme dalam pengisian jabatan akan menghambat pelaksanaan otonomi daerah,
disamping itu juga akan merusak rasa persatuan dan kesatuan yang telah kita
bangun bersama sejak jauh hari sebelum Indonesia merdeka.
Yang perlu dikedepankan oleh pemerintah
daerah adalah bagaimana pemerintah daerah mampu membangun kelembagaan daerah
yang kondusif, sehingga dapat mendesain standard Pelayanan Publik yang mudah,
murah dan cepat. Untuk menciptakan kelembagaan pemerintah daerah otonom yang
mumpuni perlu diisi oleh SDM yang kemampuannya tidak diragukan, sehingga merit
system perlu dipraktekkan dalam pembinaan SDM di daerah.
Pelaksanaan otonomi daerah di beberapa
daerah telah diwarnai dengan kecenderungan Pemda untuk meningkatkan pendapatan
asli daerah dengan cara membuat Perda yang berisi pembebanan pajak-pajak
daerah. Hal ini telah mengakibatkan timbulnya ekonomi biaya tinggi (High Cost
Economy) sehingga pengusaha merasa keberatan untuk menanggung berbagai pajak
tersebut. Konsekwensi logis dengan bertambahnya kewenangan daerah dalam melaksanakan
otonomi daerah adalah meningkatnya kebutuhan keuangan yang diperlukan untuk
membiayai pelaksanaaan urusan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik.
Pendapatan asli daerah (PAD) merupakan salah satu harapan untuk memenuhi
kebutuhan tersebut disamping penerimaan lainnya.
Hingga
triwulan ketiga (September 2015) realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Kota Magelang sudah mencapai Rp 141,8 miliar (107,92%). Angka tersebut melebihi target penetapan APBD 2015 yakni
sebesar Rp 131,9 miliar. Dengan capaian itu, dengan sisa waktu tiga bulan,
hingga akhir tahun 2015 diprediksi bisa menembus Rp 170 miliar lebih. Pemerintah Kota Magelang juga berencana menaikkan target PAD pada perubahan APBD
2015 menjadi Rp 152,8 miliar. Kota Magelang
terdiri atas tiga kecamatan dan 17 kelurahan ini, memiliki luas wilayah 18,12
km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 131.590 jiwa. Kota sejuta bunga ini tidak
memiliki sumber daya alam, sehingga mengandalkan sektor jasa. Tahun 2010 realisasi
penerimaan PAD baru Rp 59,5 miliar dari target Rp 53,4 miliar. Tahun 2011 PAD
naik menjadi Rp 63,5 miliar, tahun 2012 Rp 90,9 miliar, tahun 2013 Rp 107, 7
miliar dan tahun 2014 mencapai Rp 164,8 miliar. Penerimaan PAD setiap tahun
tersebut semuanya di atas target yang ditetapkan. Salah satu penyumbang PAD
berasal dari pajak daerah. Terdiri atas pajak hotel, pajak restoran, hiburan,
reklame, parkir, sarang burung, pajak bumi dan bangunan, BPHTB dan air tanah. Mulai tahun
2016 melaksanakan sistem pajak hotel online. Sedikitnya tujuh hotel siap
melaksanakan sistem tersebut, dari jumlah hotel di kota ini sebanyak 17 buah
mulai bintang lima hingga melati satu.
Komentar
Posting Komentar