DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA


Daerah Istimewa Yogyakarta  adalah Daerah Istimewa setingkat provinsi di Indonesia yang merupakan peleburan Negara Kesultanan Yogyakarta dan Negara Kadipaten Paku Alaman. Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di bagian selatan Pulau Jawa, dan berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan Samudera Hindia. Daerah Istimewa yang memiliki luas 3.185,80 km2 ini terdiri atas satu kotamadya (Kota Yogyakarta), dan empat kabupaten (Bantul, Sleman, Gunungkidul, Kulonprogo), yang terbagi lagi menjadi 78 kecamatan, dan 438 desa/kelurahan. Menurut sensus penduduk 2010 memiliki populasi 3.452.390 jiwa dengan proporsi 1.705.404 laki-laki, dan 1.746.986 perempuan, serta memiliki kepadatan penduduk sebesar 1.084 jiwa per km2.
Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan metamorfosis dari Pemerintahan Negara Kesultanan Yogyakarta dan Pemerintahan Negara Kadipaten Pakualaman, khususnya bagian Parentah Jawi yang semula dipimpin oleh Pepatih Dalem untuk Negara Kesultanan Yogyakarta, dan Pepatih Pakualaman untuk Negara Kadipaten Pakualaman. Oleh karena itu Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki hubungan yang kuat dengan Keraton Yogyakarta maupun Puro Paku Alaman. Sehingga tidak mengherankan banyak pegawai negeri sipil daerah yang juga menjadi Abdidalem Keprajan Keraton maupun Puro. Walau demikian mekanisme perekrutan calon pegawai negeri sipil daerah tetap dilakukan sesuai mekanisme peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pada tahun 2012 dengan dikeluarkannya Undang-Undang Keistimewaan yakini Undang-Undang Nomor 13 tahun 2012 mengacu pada keistimewaan yang diberikan oleh UU Nomor 22 Tahun 1948 yaitu Kepala Daerah Istimewa diangkat oleh Presiden dari keturunan keluarga yang berkuasa di daerah itu pada zaman sebelum Republik Indonesia, dan yang masih menguasai daerahnya, dengan syarat-syarat kecakapan, kejujuran, dan kesetiaan, dan dengan mengingat adat istiadat di daerah itu maka di Daerah Istimewa Yogyakarta pengangkatan Guberdur dan Wakil Gubernur didasarkan kepada keturunan, Gubernur bertahta sebagai Sultan Hamengku Buwono dan Wakil Gubernur bertahta sebagai Adipati Paku Alam hal ini mendapat reaksi beragam di kalangan masyarakat. sebagian masyarakat mendukung namun juga ada masyarakat yang kurang setuju dengan pengangkatan Gubernur dan Wakil Gubernur dari keturunan
Bagi masyarakat yang menjunjung tinggi adat istiadat jawa khusunya di lingkungan Kraton Ngayogyakart Hadiningrat tentunya mereka mendukung penetapan gubernur dan wakl gubernur sesuai dengan mekanisme Kraton. Selain itu juga terdapat factor sejarah mengingat ketika proklamasi kemerdekaan yang menyatakan berdirinya Republik Indonesia, Keraton Yogyakarta sudah terlebih dahulu memiliki pemerintahan yang berdaulat dan sudah merupakan budayanya penetapan raja kesultanan didasarkan pada garis keturunan yang ada.
Namun masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta tentunya tidak hanya berasal dari masyarakat asli Yogyakarta, hal ini menimbulkan rasa ketidak adilan dalam lingkup demokrasi karena mereka merasa tidak diberikan kesempatan yang sama untuk berperan sebagai seorang pemimpin. Masyarakat juga beranggapan bahwa tidak sedikit orang yang memiliki kapasitas atau kemampuan yang lebih untuk menjadi seorang pemimpin.
Disisi lain, penetapan gubernur secara turun temurun tidak perlu dikhawatirkan karena walaupun gubernur harus dari keturunan sultan, tetapi roda kepemerintahan masih dalam pengawasan lembaga legislatif daerah. Penetapan gubernur secara turun temurun ini juga merupakan kebudayaan dari dulu yang memang harus dihormati keberadaannya, bukan karena ambisi tahta belaka. Sebagian besar masyarakat yogyakarta juga sudah memahami tradisi tersebut, meskipun ada beberapa kalangan yang masih memperdebatkan sistem monarki yang ada di yogyakarta.

Dari beberapa pandangan tersebut, dapat dilihat bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta tetap menjadi daerah istimewa walaupu  dengan segala bentuk pro dan kontra dari masyarakat tentang pemegang kekuasaan yang turun temurun. Menurut penulis, sistem kerajaan yang diterapkan di DIY bukanlah hal yang perlu diperdebatkan karena masyarakatnya yang sudah guyub rukun menjalani segala aktivitas di bawah kepemimpinan raja Sri Sultan. 

Komentar